Menurut Rita, hasil itu diketahui usai rapat bersama para ketua International Olympic Commitee (IOC) beberapa waktu lalu. Terlebih, kini bulutangkis juga menaikan level keikutsertaannya dari level C ke B yang artinya jauh lebih baik dari segi pertandingan dan penyelenggaraannya.
Perubahan sistem pertandingan, antusias penonton juga peserta setiap gelaran turnamen membuat penilaian baik untuk dunia bulutangkis. Itu dimaksudkan agar bulutangkis lebih mendunia dan pesertanya tak hanya di dominasi dari kawasan Asia saja.
Kini, sebagian benua Amerika sudah mulai memasyarakatkan bulutangkis. Semakin banyak negara yang berpartisipasi, semakin banyak hiburan yang ada dalam setiap gelaran bulutangkis itu yang mampu mempertahankan bulutangkis dala gelaran Olimpiade.
"Kita juga harus bekerja sama dengan China sebagai negara terkuat bulutangkisnya saat ini untuk tetap menjaga agar bulutangkis tetap ada di Olimpiade," ucap Rita.
Selain itu, agar lebih menarik, dalam setiap gelaran turnamen bulutangkis juga harus berisikan hiburan. Contohnya, waktu per set yang lebih singkat dan pemutaran musik di setiap jeda pertandingan untuk menghibur penonton, seperti yang ada di gelaran Djarum Indonesia Open Super Series Premier.
"Kita melihat penonton begitu antusias di DIOSSP ini. Mereka senang. Ini juga yang menjadi salah satu penilaian dari IOC," sebut Rita. Maka tidak berlebihan bila DIOSSP pernah mendapatkan penghargaan sebagai turnamen terbaik dari BWF pada tahun 2012 silam.
Seperti yang telah diketahui, DIOSSP adalah salah satu dari event bulutangkis terbaik yang diakui BWF. Dengan gengsi dan level pertandingan yang lebih tinggi mewajibkan para atlet di ranking teratas dunia untuk berpartisipasi.
Belum lagi total hadiah yang direbutkan termasuk yang terbesar kedua setelah Korean Open, yakni USD 700.000. "DIOSSP itu setara dengan All England, baik penyelenggaraannya maupun gengsi di antara pemainnya. Hanya namanya saja yang berbeda," aku Taufik Hidayat, pebulutangkis dunia yang memutuskan mundur usai penampilannya di DIOSSP 2013.
